Konflik yang kian memanas antara Iran dan Israel, yang telah mengalami eskalasi signifikan sejak serangan Israel pada 13 Juni 2025 dan balasan-balasan berikutnya, telah menimbulkan kekhawatiran serius terhadap stabilitas ekonomi global. Kawasan Timur Tengah merupakan jantung pasokan energi dunia, sehingga setiap gejolak di sana berpotensi menciptakan efek domino yang merugikan.
1. Lonjakan Harga Minyak Dunia
Ini adalah dampak yang paling langsung dan paling dikhawatirkan. Iran adalah salah satu produsen minyak terbesar di dunia, dan Selat Hormuz, jalur pelayaran vital yang dilalui sebagian besar pasokan minyak global, berada di bawah pengaruhnya. Jika konflik ini mengganggu produksi atau pengiriman minyak, atau bahkan memicu penutupan Selat Hormuz, harga minyak mentah global dapat melonjak drastis. Beberapa analis memproyeksikan harga minyak Brent dapat menembus $80 per barel, bahkan hingga $100 atau $130 per barel jika konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat.
Lonjakan harga minyak akan berdampak pada:
- Kenaikan Biaya Produksi dan Transportasi: Hampir semua sektor industri bergantung pada energi. Kenaikan harga minyak berarti biaya produksi dan transportasi barang akan meningkat tajam.
- Inflasi Global: Peningkatan biaya produksi akan diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga barang dan jasa yang lebih tinggi, memicu atau memperparah inflasi di banyak negara. Bank sentral mungkin terpaksa mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama untuk mengendalikan inflasi, yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi.
- Tekanan pada Anggaran Negara Pengimpor Minyak: Negara-negara seperti Indonesia yang mengimpor minyak akan menghadapi beban anggaran yang lebih besar untuk subsidi energi atau harus menaikkan harga BBM, yang berpotensi memicu ketidakpuasan masyarakat.
Baca Juga : https://klikdokter77.id/menjaga-kesehatan/
2. Guncangan Pasar Keuangan Global
Dalam situasi ketidakpastian geopolitik yang tinggi, investor cenderung mencari aset yang dianggap “aman” (safe haven). Hal ini biasanya berarti:
- Penguatan Dolar AS: Mata uang dolar AS sering menjadi tujuan utama bagi investor yang mencari keamanan, menyebabkan penguatan dolar dan tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk Rupiah.
- Pelemahan Pasar Saham: Indeks-indeks saham utama di seluruh dunia, termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia, cenderung mengalami koreksi atau penurunan tajam karena investor menarik modal mereka dari aset-aset berisiko. Otoritas jasa keuangan mungkin perlu menerapkan kebijakan seperti auto halt atau pembatasan short selling untuk menjaga stabilitas pasar.
- Arus Modal Keluar (Capital Outflow): Investor asing dapat menarik dana mereka dari pasar keuangan negara berkembang, mengurangi likuiditas dan menekan nilai tukar mata uang lokal.
3. Gangguan Rantai Pasok Global
Timur Tengah adalah jalur perdagangan penting. Konflik yang meluas dapat mengganggu rute pelayaran, memaksa kapal-kapal untuk mengambil jalur alternatif yang lebih panjang (misalnya memutar melalui Afrika), yang akan:
- Meningkatkan Biaya Logistik: Waktu tempuh yang lebih lama dan risiko keamanan akan menaikkan biaya pengiriman barang secara signifikan.
- Keterlambatan Pengiriman: Pasokan barang dapat terhambat, menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga di berbagai sektor.
4. Dampak Khusus bagi Ekonomi Israel dan Iran
Kedua negara yang berkonflik juga akan mengalami dampak finansial yang parah:
- Israel: Konflik telah menyebabkan defisit anggaran yang signifikan akibat pengeluaran militer yang besar dan kebutuhan kompensasi bagi warga yang terdampak. Biaya operasional sistem anti-rudal dan biaya perang secara keseluruhan dapat mencapai miliaran dolar dalam waktu singkat, membebani keuangan publik Israel.
- Iran: Selain potensi sanksi ekonomi yang lebih berat, infrastruktur migas Iran, yang sangat vital bagi ekonominya, berisiko tinggi menjadi target. Gangguan pada fasilitas ini akan memukul keras pendapatan negara.
Implikasi bagi Indonesia
Sebagai negara pengimpor minyak dan bagian dari ekonomi global, Indonesia sangat rentan terhadap dampak konflik Iran-Israel:
- Kenaikan Harga BBM: Melonjaknya harga minyak dunia akan menekan APBN Indonesia dan berpotensi memicu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri, yang dapat berdampak pada daya beli masyarakat dan inflasi.
- Pelemahan Rupiah: Penguatan dolar AS akibat pencarian safe haven akan menekan nilai tukar Rupiah, membuat impor lebih mahal dan berpotensi meningkatkan utang luar negeri dalam mata uang asing.
- Tekanan pada Cadangan Devisa: Untuk menstabilkan nilai Rupiah, Bank Indonesia mungkin perlu menggunakan cadangan devisa, yang dapat mengurangi ketahanan ekonomi nasional.
- Gangguan Pariwisata dan Perjalanan: Konflik di Timur Tengah juga dapat mempengaruhi industri pariwisata, termasuk jadwal penerbangan jemaah umrah dan haji, karena kekhawatiran keamanan.
Konflik Iran dan Israel bukan hanya isu geopolitik, tetapi juga ancaman serius bagi stabilitas finansial dan ekonomi di tingkat global maupun nasional. Pemerintah dan pelaku ekonomi perlu menyiapkan strategi mitigasi yang cermat untuk menghadapi potensi dampak yang lebih buruk dan menjaga ketahanan ekonomi di tengah ketidakpastian yang semakin meningkat.